Posts Tagged ‘pendidikan berkarakter’

h1

Mendalami Pemikiran Siswa atas Sebuah Persoalan, Bukan Menolerir Jawaban Nyeleneh

25 Juli 2013

Kamis (25/07) sekitar pukul 2 siang. Sepulang dari berburu beras untuk persediaan dapur, saya leyeh-leyeh sebentar di depan televisi sambil browsing acara-acara sedang tayang di berbagai saluran. Perhatian saya terhenti pada saluran TVRI yang sedang menayangkan program kerjasama dengan Televisi Edukasi (tv-e). Program yang disiarkan nampaknya adalah rekaman sebuah seminar yang belakangan saya ketahui terkait dengan sosialisasi pelaksanaan Kurikulum 2013 yang baru.

Ada dua hal yang menyebabkan perhatian saya tiba-tiba terhenti di saluran ini. Pertama, penampilan dan gaya audiensi si pembicara yang cukup eksentrik. Apalagi kemudian ditampilkan namanya, yang tidak saya ingat, namun saya hanya mengingat gelar akademiknya yang cukup mentereng. Namanya diawali oleh gelar Dr. dan Ir. lalu diakhiri dengan Ph.D.

Kedua, si pembicara menjelaskan (yang saya duga, karena saya tidak menyimak dari awal) tentang perbedaan antara kurikulum yang lama dengan Kurikulum 2013. Di antara poin-poin perbedaan yang beliau jelaskan, salah satu poin yang membuat pikiran saya tiba-tiba riuh dan semerawut dengan berbagai argumen pro-kontra yang juga lalu mendorong saya untuk menulis artikel ini adalah: (di Kurikulum 2013) guru harus menolerir jawaban siswa yang nyeleneh.

Nah, mari kita diskusikan… lanjutkan

h1

Pendidikan Berkarakter. Karakter Macam Apa???

16 Juli 2013

Senin (15/07), bersamaan dengan dimulainya tahun ajaran baru 2013/2014, yang juga bertepatan dengan bulan Ramadhan 1434 H, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Muhammad Nuh meresmikan penerapan kurikulum 2013 (detik.com).

Nah, dengan gembar-gembor yang begitu besar bahwa kurikulum 2013 tersebut adalah jawaban atas segala problematika generasi muda sekaligus menjadi investasi bagi peradaban bangsa di masa depan, maka sudah seharusnyalah seluruh warga negara dan rakyat Indonesia mendukungnya. Apalagi, sejak saya duduk di bangku SD di tahun 1986, para pejabat di berbagai lembaga negara dan tingkatan selalu menyelipkan disclaimer klise dalam setiap pidatonya, semisal:

“Masalah ini adalah tanggung jawab kita bersama. Pemerintah tidak bisa sendiri menyelesaikan permasalahan tersebut. Butuh partisipasi dan peran serta aktif dari masyarakat untuk terlibat sebagai bentuk kepedulian.”

Jadi tak usah heran, akibatnya setiap ada masalah yang mencuat tidak ada satu pun aparatur negara yang akan tampil secara ksatria menegaskan, “Masalah ini adalah tanggung jawab saya dan saya siap dicopot dari jabatan maupun ditindak secara hukum.” baca selengkapnya