Posts Tagged ‘pejabat’

h1

Desember, Bulannya Pejabat Nampang di Televisi

16 Desember 2013

Desember tidak hanya menjadi bulan penutup di tahun kalender berbasis matahari. Namun di dalamnya bertebaran berbagai hari-hari yang punya makna penting. Bagi agama Kristen dan Katolik, jelas, di bulan ini mereka menyambut perayaan hari kelahiran Sang Juru Selamat. Sedangkan bagi seluruh warga dunia yang menjadikan kalender syamsiyah sebagai sistem penanggalan utama, tentu bulan Desember menjadi penantian pergantian tahun yang biasanya dilakukan dengan bertaburan aksi pemborosan dan kemaksiatan.

Awal bulan, tanggal 1 Desember diperingati sebagai Hari Anti HIV/AIDS sedunia. Di Indonesia, Hari Anti HIV/AIDS ini dilalui dengan kesuperbodohan* sang Menteri Kesehatan RI, Ibu Nafsiah Mboi, yang meloloskan kegiatan Pekan Kondom Nasional. Lalu setelah mendapat hujatan dari berbagai lapisan masyarakat, segenap staf Kementerian Kesehatan RI dikerahkan untuk melakukan kontra opini sembari cuci tangan alias lepas tanggung jawab atas polemik yang memalukan bagi bangsa yang mengaku relijius ini.

Kesuperbodohan itu berlanjut pada pernyataan bu Menkes yang membenarkan sebagian besar produk-produk farmasi di Indonesia yang masih menggunakan senyawa yang berasal dari hewan babi dalam proses produksinya. Lalu diikuti dengan tuntutan beliau, didukung sebagian kalangan medis dan farmakologi, agar obat/vakin tidak perlu melalui proses sertifikasi halal dari MUI. Notabene, yang dimaksud adalah syariat Islam tentang kewajiban memastikan kehalalan zat apapun yang masuk ke dalam mulut dan ditelan melewati kerongkongan setiap rakyat Indonesia yang mayoritas muslim ini harus dikesampingkan.

Okelah, cukup sampai disini ndhelerengnya pikiran.

Ada sebuah fenomena menarik yang saya perhatikan selama beberapa tahun belakangan, yang menjadi marak di bulan Desember, yaitu: peningkatan intensitas tampilan tayangan iklan layanan masyarakat dari berbagai lembaga/instansi negara di berbagai stasiun televisi.

Masalah buat gue??? Ooo, sangat menjadi masalah bagi saya selaku pemilik saham republik nusantara tercinta ini.

Sebenarnya, ada juga beberapa iklan layanan masyarakat lain yang tayang di bulan-bulan sebelumnya. Iklan tersebut kerap mengusik alam logika pikiran kerakyatan di kepala saya. Sangat bisa dibaca dan diduga, motif apa yang melatarbelakangi munculnya tayangan iklan tersebut.

Dalam tulisan ini, saya ingin ‘menggugat’ beberapa iklan layanan masyarakat yang dirilis oleh pemerintah. Gugatan tersebut karena munculnya pertanyaan-pertanyaan berikut: lanjutkan membaca

h1

Sekedar Ide Tentang Gaji Pejabat

18 Desember 2012

Sebagai rakyat, terutama yang pegawai swasta dan wira usahawan dan bukan PNS, kita sering rasan-rasan tentang betapa tingginya gaji para pejabat di negeri ini. Lebih khusus lagi, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Minggu (16/12/2012) merilis hasil analisis mereka tentang estimasi gaji para gubernur (dan wakilnya), walikota (dan wakilnya), serta bupati (dan wakilnya). Talkshow-nya juga sudah dihelat di Metro Pagi, Senin (17/12/2012), bersama Ucok Sky Khadafi, salah satu aktifis FITRA.

Nah, tadi saat duduk di toilet melakukan salah satu ritual mandi pagi, kok tiba-tiba tercetus ide berikut ini…

Presiden, wakil presiden, gubernur, wakil gubernur, walikota/bupati, dan wakil walikota/bupati tidak usah punya gaji pokok, tunjangan jabatan, tunjangan fungsional, dan segala macam tunjangan yang otomatis dapat tanpa berbuat apa-apa. Berikan saja kepada mereka tunjangan-tunjangan operasional yang habis pakai dalam sebulan, misalnya: uang makan, uang transport, jatah pulsa, biaya kesehatan, asuransi jiwa, dan sejenisnya. Nah, ibarat tenaga marketing, kepada mereka diberikan bonus sesuai dengan pemasukan-pemasukan yang disetorkannya kepada negara.

Untuk presiden/wapres, mereka diberi bonus dari berapa besar realisasi pajak dan nilai ekspor yang tercapai dalam 1 tahun. Untuk gubernur/wagub dan walikota/bupati dan wakilnya, mereka diberi bonus dari PAD, pajak, dan retribusi yang berhasil diraup dalam 1 tahun. Mereka mendapatkan persentase bonus dari pemasukan tersebut yang dibayarkan setiap akhir tahun setelah diaudit oleh BPK. Tentang berapa besar nilai presentasenya, silahkan dipikirkan berapa yang pantas.

Intinya, dengan demikian para pemimpin itu termotivasi untuk setor uang ke negara, bukan ke partainya apalagi ke rekening pribadinya. Makin besar pemasukan yang mereka setor ke negara, makin besar pula pundi-pundi bonus yang mereka terima di akhir tahun. Bonus-bonus itu yang jadi modal pensiun mereka kelak.

Karena ini cuma ide dan saya memanfaatkan momen kebebasan berekspresi, tolong jangan ada yang protes atau kontra. Karena semestinya para pejabat yang digaji oleh uang rakyat itulah yang memikirkan kesejahteraan rakyatnya. Bukan sebaliknya, justru rakyatnya, yang sedang duduk di toilet memenuhi panggilan alam, malah yang menyempatkan diri memikirkan kesejahteraan pejabatnya.

Wallahu’alam…

Just a thought…

Sumber: kompas.com dan MetroTV